This movie is R-Rated (brutal violent content including rape and torture, strong sexuality, graphic nudity, and language). David Fincher memang tak mau berkompromi seperti sutradara Hollywood lain. Segala ‘bentuk ke-ekstriman’ dari para karakter di dalamnya direpresentasikan secara menyeluruh di film ini. Jadi saya pun tidak berharap banyak, bahwa film ini akan diputar di Indonesia. Dan ternyata film ini memang tak pernah rilis di Indonesia versi layar lebarnya. Walaupun begitu jangan khawatir, apabila ingin menontonnya, sekarang sudah beredar versi home video originalnya di Indonesia.
Ketika film ini hendak dirilis, banyak muncul keraguan apakah David Fincher mampu membuat film versi buatannya nyaris sempurna seperti film versi Swedia? Atau bahkan lebih? Sangat sulit memang apabila meremake sebuah film yang sudah sukses dan membekas, terlebih lagi film ini diangkat dari buku yang sukses pula. Mau tidak mau film ini banyak dibanding-bandingkan dengan film sebelumnya juga dengan bukunya. Hal ini tampaknya tidak berlaku bagi seorang David Fincher. Dia tidak ragu dan tetap terus melanjutkannya dengan naskah dari penulis yang terkenal dengan naskah yang maskulin Steven Zaillian. Padanan yang pas dan sangat maskulin ini tentu membuat ekspektasi para penonton menjadi tinggi, tapi hal ini juga menjadi daya tarik tersendiri.
The Journalist
Mikael Blomkvist baru saja dituduh menulis artikel palsu di majalah yang ia miliki, Millenium. Ia menulis tentang Wennerstrom, seorang pengusaha yang korup. Mikael pun berperang melawan Wennerstorm di meja hijau. Dia terus mengalami jalan buntu untuk membuktikan berita tersebut yang menyebabkan kondisi Millenium menuju kebangkrutan. Demi menyelamatkan Millenium, Mikael menuruti kemauan Henrik Vanger untuk membantu menyelidiki ambisinya tentang tragedi hilangnya Harriet, keponakannya. Dia pun tinggal di Hedestad daerah yang sangat dingin, tempat pemukiman keluarga ‘kerajaan’ Vanger. Disana Mikael mulai menyusuri latar belakang dan gerak gerik Vanger bersaudara yang salah satunya diyakini Henrik bertanggung jawab akan hilangnya Harriet. Perlahan namun pasti misteri mulai terkuak dan di sanalah nasib membawa Mikael bertemu dengan Lisbeth Salander.
The Girl with the Dragon Tattoo
Lisbeth Salander, gadis unik yang perilakunya ajaib, asosial, pengidap Asperger, seorang hacker handal, badannya penuh dengan tindik dan tato terutama tato naga di punggungnya. Tentunya dengan semua keajaiban sifat dan sikap ini, Lisbeth menyimpan rahasia dan masa lalu kelam yang tidak diungkapkan. Keterkaitan Lisbeth berawal ketika ia diminta oleh pengacara grup Vagner untuk menggali info mengenai Mikael Blomkvist (untuk mengetahui apakah sang jurnalis cukup kompeten dalam menyingkap rahasia berusia 40 tahun itu). Namun akhirnya berkat kepiawaiannya dengan data-data, nasib mengantarnya berkenalan dengan Mikael. Lisbeth diminta bergabung, dan duet mereka dalam mengupas tragedi Harriet menjadi poros kisah pertama dari serial trilogi Millenium ini.
Film ini sangat mengasyikkan untuk diikuti dari awal hingga akhir. Memang, pada awalnya cerita seperti terbagi-bagi yang menceritakan karakter Mikael dan Lisbeth, tetapi hal ini tidak menggaggu alur cerita. Para pemain sentral ini cukup mumpuni dalam memerankan karakternya. Big applouse untuk Rooney Mara yang mampu membawa semua sikap dan sifat ajaibnya dalam bentuk yang lebih feminim daripada Noomi Raapace, sehingga memberikan kesan tersendiri dan lebih thrilling. Sebaliknya Daniel Craig membawa karakter Mikael dengan sikap yang pasif dan tenang, seperti terbawa sifat tenang ala James Bond. Bahkan dalam keadaan terpojok Daniel Craig terlihat lebih tenang daripada Michael Nyqvist.
Tidak perlu diragukan lagi dari gaya penyutradaraan yang sangat cermat, berkelas dan elegan ala David Fincher dalam membawa film ini. Bisa dibilang versi Fincher merupakan versi yang jauh lebih mapan. Fincher juga mampu memaksimalkan aspek teknis, dari mulai sinematografi, editing dan scoring. Khusus untuk sinematografi, Fincher pandai memanfaatkan setting di pulau milik keluarga Vanger layaknya drama pembunuhan di ruang tertutup (satu pulau saja) dengan nuansa kelam dan dingin seputih salju, mengingatkan akan film Fincher yang lain, Panic Room. Hampir 158 menit film ini mengalir begitu saja yang sangat cerdas memanfaatkan setiap momen yang ada, nyaris tidak ada celah untuk penonton merasa bosan.
Sedikit kelemahan dari film ini adalah 1/5 dari ending yang membuat para penonton film ‘awam’ (yang belum ada pengalaman dengan The Girl with the Dragon Tattoo sebelumnya) bertanya-tanya, “Ini endingnya kok bisa begitu? dan mengarah kemana endingnya?” Karena memang tidak seperti karya David Fincher lainnya yang bisa dibilang hampir semuanya “tuntas” dalam penyajian filmnya. Dalam film ini ada pesan dari David Fincher dan Steven Zaillian yang belum tertuntaskan. Apakah karena film ini akan dibuat sekuelnya dengan sutradara dan penulis naskah yang sama? Bisa jadi dan juga menjadi harapan besar bagi penggemar trilogi Millenium ini, mengingat David Fincher masih belum memastikan bahwa dia akan melanjutkannya atau tidak?
"The Girl with the Dragon Tattoo" (2011)
Director: David Fincher
Writers: Steven Zaillian (screenplay), Stieg Larsson (novel)
Cast:
Daniel Craig as Mikael Blomkvist
Rooney Mara as Lisbeth Salander
Christopher Plummer as Henrik Vanger
Stellan Skarsgård as Martin Vanger
Joely Richardson as Anita Vanger
Geraldine James as Cecilia Vanger
Moa Garpendal as Harriet Vanger
My Rate Overall 4.5/5
Fakta menarik, buku aslinya yang berbahasa Swedia memiliki judul Män som Hatar Kvinnor atau Men who Hate Women. Kalau ditelusuri, judulnya memang menggambarkan isi dari buku.
No comments:
Post a Comment