Terrence Malick adalah salah satu sutradara yang selalu menunjukkan
keindahan visual dan sinematografi dalam mata puitis. Film-film dari Terrence
Malick, hanya lima dari mereka untuk saat ini lebih dari tiga puluh tahun
berkarir, merupakan visual puisi, sebuah wasiat yang memperlihatkan membaranya
gairah keindahan alam, tetapi secara emosional sulit dipahami dan enggan untuk
secara langsung terlibat, sangat puitis. Days of Heaven, film kedua, dan
terpendek nya, adalah sebuah karya puitis cinta, satu set cinta segitiga dengan
padang gandum yang membentang luas, dengan kedetilan tragisnya pergantian waktu
dan cinta.
Days of Heaven menjadi salah satu film yang paling menggairahkan yang
pernah dibuat, bercahaya dengan cara yang tidak ada film lain yang telah ada.
Dalam versi yang disajikan sampai sekarang, lampu tidak hanya hangat dan emas
tapi hampir cokelat-madu, efek yang indah dalam dirinya sendiri. Beruntungnya
film ini telah direstorasi penuh yang mempertahankan semua keajaiban dari segi
cahaya yang tetap jelas, terang, tajam dan dan mengkhususkan keberagaman warna
- warna nuansa emas - madu dan unsur karamel langit yang sangat luhur.
Days of Heaven menceritakan kisah di tahun-tahun awal abad ke-20. Bill
(Richard Gere) dan Abby (Brooke Adams) merupakan sepasang kekasih, yang lari
dari hukum Chicago. Mereka kemudian mengaku sebagai kakak dan adik pergi ke
Texas, mengelilingi wilayah pertanian untuk mencari pekerjaan di sana. Hingga
akhirnya mereka bertemu petani pesakitan yang masih muda (Sam Shepard), yang
diprediksikan hanya mampu satu tahun lagi untuk hidup, jatuh cinta dengan Abby.
Bill kemudian membujuk Abby untuk menerima cintanya, beri dia beberapa
kebahagiaan di waktunya yang tersisa, dan kemudian mereka dapat menjadi kaya
bersama dengan uangnya setelah dia tiada. Lalu apakah rencana berjalan dengan
lancar?
Dengan iringan musikalitas score yang cantik dari Morricone Ennio yang
mengutip musik klasik Saint-Saens "Carnival of the Animals'', Days of Heaven
memiliki nuansa yang tak terlupakan. Terlebih lagi musik ini memberikan nada
yang sayu penuh dengan cinta dan penyesalan dan kerugian. Salah satu poin plus yang
memberikan ambience cerdas adalah narasi yang lembut dan jujur dari narasi yang
ter-scripted dibawakan oleh Linda Manz. Dia berperan menjadi Linda adik Bill
sesungguhnya. Dia bercerita sangat lugas, jujur dan lembut dalam pandangan
perspektifnya mengenai kehidupan Linda dan keluarganya yang miskin, kelaparan
dan kotor namun bahagia.
Pada era modern Days of Heaven bisa dibilang merupakan bentuk awal era
visualisasi puitis yang memuncak di “The Tree of Life”. Dibandingkan dengan “The
Tree of Life”, Days of Heaven sangat dramatis dengan alur ‘forward’ dan terus
bergerak kedepan melalui arahan narasi. Bukan hanya alur cerita yang lugas, Days
of Heaven juga memperlihatkan kemampuan akting yang sangat matang di awal
karirnya Richard Gere, di film inilah menjadi Richard Gere mendapatkan nama
untuk di casting di film-film selanjutanya, termasuk American Gigolo. Kalau
dianalisis lagi, aktor-aktris jebolan Terrence Malick memiliki cukup
keberuntungan dalam karirnya selanjutnya, contoh dari “Badlands” lahirlah Sissy
Spacek, Richard Gere dari Days of Heaven, Jim Caviezel dan Adrien Brody dari “The
Thin Red Line” dan yang terbaru Jessica Chastain dari “The Tree of Life”.
Kesuksesan mereka karena mereka berhasil menderkripsikan visualisasi akting
yang natural berpuisi sesuai arahan dan naskah dari Terrence Malick.
Film ini menempatkan manusia dalam bingkai besar yang penuh dengan detail
alam: langit, sungai, ladang, manusia yang bekerja, senyuman, celoteh, bahkan
kuda, burung dan kelinci. Malick mengatur banyak gambar tersebut pada ‘golden
hours’ yaitu pada saat mendekati fajar dan senja, ketika bayang-bayang yang
muncul dari langit menjadi satu nada yang sama. Alam sekali lagi menjadi pusat
perhatian Malick dalam menghasilkan karya, dalam film-filmnya penyatuan antara
alam dan interaksi manusia didalamnya menjadi nilai dan membawa pesan moral
tersendiri. Seperti dalam Days of Heaven sang narator, Linda mendeskripsikan
keindahan alam yang dipadupadankan dengan tingkah laku manusia dengan cermat
mengenai suasana hati, kisah cinta bahkan sampai ke peralatan pertanian,
kostum, suara kereta, percikan air, hembusan angin juga sikap dan wajah.
Sederhana namun detil, menceritakan kemiskinan, kekurangan dan sadisnya
cinta tapi digarap dengan sempurna. Sikap manusia yang cela tetapi dibalut
dengan alam yang indah. Days of Heaven jelas sudah menjadi tolak ukur
sinematografi yang indah, hangat, menyejukan hati dan natural. Hal-hal inilah
yang menjadi alasan Malick absen selama 20 tahun tanpa karya. Ada kecenderungan
hasil yang diperoleh dari sutradara idealis ini akan lebih buruk kedepannya hingga
akhirnya memberanikan diri muncul dengan “The Thin Red Line”. Semoga saja
Malick tetap memperjuangkan karya visioner-nya, yang mampu membuai mata dan
telinga serta menyejukan hati. Tak sabar menunggu “To The Wonder” rilis yang
memiliki karakteristik sama dengan Days of Heaven.
“Days of Heaven” (1978)
Directed by: Terrence Malick
Produced by: Bert Schneider,
Harold Schneider
Written by: Terrence Malick
Starring: Richard Gere,
Brooke Adams, Sam Shepard, Linda Manz
Rated: PG for thematic elements, some violence and for teen smoking
Trailer:
Bonus Trailer To The Wonder (2013):
No comments:
Post a Comment