Tuesday 22 January 2013

Days of Heaven (1978) Review

Days of Heaven: A Movie with the Most Beautiful Visual Poem Without Artificiality.

Terrence Malick adalah salah satu sutradara yang selalu menunjukkan keindahan visual dan sinematografi dalam mata puitis. Film-film dari Terrence Malick, hanya lima dari mereka untuk saat ini lebih dari tiga puluh tahun berkarir, merupakan visual puisi, sebuah wasiat yang memperlihatkan membaranya gairah keindahan alam, tetapi secara emosional sulit dipahami dan enggan untuk secara langsung terlibat, sangat puitis. Days of Heaven, film kedua, dan terpendek nya, adalah sebuah karya puitis cinta, satu set cinta segitiga dengan padang gandum yang membentang luas, dengan kedetilan tragisnya pergantian waktu dan cinta.

Days of Heaven menjadi salah satu film yang paling menggairahkan yang pernah dibuat, bercahaya dengan cara yang tidak ada film lain yang telah ada. Dalam versi yang disajikan sampai sekarang, lampu tidak hanya hangat dan emas tapi hampir cokelat-madu, efek yang indah dalam dirinya sendiri. Beruntungnya film ini telah direstorasi penuh yang mempertahankan semua keajaiban dari segi cahaya yang tetap jelas, terang, tajam dan dan mengkhususkan keberagaman warna - warna nuansa emas - madu dan unsur karamel langit yang sangat luhur.


Days of Heaven menceritakan kisah di tahun-tahun awal abad ke-20. Bill (Richard Gere) dan Abby (Brooke Adams) merupakan sepasang kekasih, yang lari dari hukum Chicago. Mereka kemudian mengaku sebagai kakak dan adik pergi ke Texas, mengelilingi wilayah pertanian untuk mencari pekerjaan di sana. Hingga akhirnya mereka bertemu petani pesakitan yang masih muda (Sam Shepard), yang diprediksikan hanya mampu satu tahun lagi untuk hidup, jatuh cinta dengan Abby. Bill kemudian membujuk Abby untuk menerima cintanya, beri dia beberapa kebahagiaan di waktunya yang tersisa, dan kemudian mereka dapat menjadi kaya bersama dengan uangnya setelah dia tiada. Lalu apakah rencana berjalan dengan lancar?

Dengan iringan musikalitas score yang cantik dari Morricone Ennio yang mengutip musik klasik Saint-Saens "Carnival of the Animals'', Days of Heaven memiliki nuansa yang tak terlupakan. Terlebih lagi musik ini memberikan nada yang sayu penuh dengan cinta dan penyesalan dan kerugian. Salah satu poin plus yang memberikan ambience cerdas adalah narasi yang lembut dan jujur dari narasi yang ter-scripted dibawakan oleh Linda Manz. Dia berperan menjadi Linda adik Bill sesungguhnya. Dia bercerita sangat lugas, jujur dan lembut dalam pandangan perspektifnya mengenai kehidupan Linda dan keluarganya yang miskin, kelaparan dan kotor namun bahagia.

Pada era modern Days of Heaven bisa dibilang merupakan bentuk awal era visualisasi puitis yang memuncak di “The Tree of Life”. Dibandingkan dengan “The Tree of Life”, Days of Heaven sangat dramatis dengan alur ‘forward’ dan terus bergerak kedepan melalui arahan narasi. Bukan hanya alur cerita yang lugas, Days of Heaven juga memperlihatkan kemampuan akting yang sangat matang di awal karirnya Richard Gere, di film inilah menjadi Richard Gere mendapatkan nama untuk di casting di film-film selanjutanya, termasuk American Gigolo. Kalau dianalisis lagi, aktor-aktris jebolan Terrence Malick memiliki cukup keberuntungan dalam karirnya selanjutnya, contoh dari “Badlands” lahirlah Sissy Spacek, Richard Gere dari Days of Heaven, Jim Caviezel dan Adrien Brody dari “The Thin Red Line” dan yang terbaru Jessica Chastain dari “The Tree of Life”. Kesuksesan mereka karena mereka berhasil menderkripsikan visualisasi akting yang natural berpuisi sesuai arahan dan naskah dari Terrence Malick.   

Film ini menempatkan manusia dalam bingkai besar yang penuh dengan detail alam: langit, sungai, ladang, manusia yang bekerja, senyuman, celoteh, bahkan kuda, burung dan kelinci. Malick mengatur banyak gambar tersebut pada ‘golden hours’ yaitu pada saat mendekati fajar dan senja, ketika bayang-bayang yang muncul dari langit menjadi satu nada yang sama. Alam sekali lagi menjadi pusat perhatian Malick dalam menghasilkan karya, dalam film-filmnya penyatuan antara alam dan interaksi manusia didalamnya menjadi nilai dan membawa pesan moral tersendiri. Seperti dalam Days of Heaven sang narator, Linda mendeskripsikan keindahan alam yang dipadupadankan dengan tingkah laku manusia dengan cermat mengenai suasana hati, kisah cinta bahkan sampai ke peralatan pertanian, kostum, suara kereta, percikan air, hembusan angin juga sikap dan wajah.

Sederhana namun detil, menceritakan kemiskinan, kekurangan dan sadisnya cinta tapi digarap dengan sempurna. Sikap manusia yang cela tetapi dibalut dengan alam yang indah. Days of Heaven jelas sudah menjadi tolak ukur sinematografi yang indah, hangat, menyejukan hati dan natural. Hal-hal inilah yang menjadi alasan Malick absen selama 20 tahun tanpa karya. Ada kecenderungan hasil yang diperoleh dari sutradara idealis ini akan lebih buruk kedepannya hingga akhirnya memberanikan diri muncul dengan “The Thin Red Line”. Semoga saja Malick tetap memperjuangkan karya visioner-nya, yang mampu membuai mata dan telinga serta menyejukan hati. Tak sabar menunggu “To The Wonder” rilis yang memiliki karakteristik sama dengan Days of Heaven.

“Days of Heaven” (1978)
Directed by: Terrence Malick
Produced by: Bert Schneider, Harold Schneider
Written by: Terrence Malick
Starring: Richard Gere, Brooke Adams, Sam Shepard, Linda Manz
Rated: PG for thematic elements, some violence and for teen smoking

Trailer:

Bonus Trailer To The Wonder (2013):

No comments:

Post a Comment