Sunday 20 January 2013

Les Misérables (2012) Review

Les Misérables
This is Not a Musical Film, This Is an Opera Musical Film!















Film musikal adalah genre film dengan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh karakter yang terjalin ke dalam narasi, kadang-kadang disertai dengan tarian. Lagu-lagu yang dinyanyikan biasanya memajukan plot atau mengembangkan karakter film tersebut, meskipun dalam beberapa kasus, lagu-lagu tersebut merupakan sebuah ‘penjedaan’ dalam alur cerita, atau sering sebagai suatu langkah untuk mengayakan sebuah film.

Les Misérables (Les Mis) adalah salah satu mahakarya dari Tom Hooper (The Kings Speech) yang menyajikan film musikal dengan ide yang cukup gila untuk diwujudkan. Hampir 100% film ini adalah kumpulan naskah-lirik nyanyian yang hampir medley, dikumpulkan menjadi satu kesatuan sebuah film yang naratif. Benar-benar suatu perwujudan yang memuaskan bagi Tom Hooper dan rekan-rekannya menjadi suatu rekor terbaru dalam genre musical film. Tapi apakah film yang disadurkan dari novel Victor Hugo yang berjudul sama ini memuaskan para penonton atau hanya segelintir orang yang menyukainya?


Perfilman di era modern ini (1990-sekarang) menampilkan beberapa list film musikal yang sangat mencengangkan. Di era dekade 90-an seperti film animasi Disney Beauty and The Beast, Aladdin, The Hunchback of Notre Dame, dan The Nightmare Before Christmas sampai animasi The Prince of Egypt dari Dreamworks dan Anastasia dari Fox. Pemaparan sebuah film musikal dari animasi tersebut tentu tidak mudah dilupakan dalam hal penyajian olah vokal dan musik yang mengiringnya. Dimulai tahun 2000 era film animasi musikal mulai tergantikan dengan konsep lama yaitu live-action. Semua ini berkat tersihir oleh karisma dari Moulin Rouge! dan konsep film musik rap dari 8 Mile. Puncak dari itu semua, muncul hasil karya film musikal yang tidak akan terlupakan Chicago, sampai dengan Sweeney Todd, Dreamgirls dan Mamma Mia!

Les Mis bisa jadi masuk dalam daftar tersebut, karena film ini juga menyajikan karya musik yang takkan terlupakan terutama performa Anne Hathaway sebagai Fantine dalam menyajikan “I Dreamed A Dream”. Tidak lupa suara khas opera dari Hugh Jackman yang berperan sebagai Jean Valjean dalam menyanyikan “Suddenly” yang cukup apik, serta performa musikalitas dan suara Samantha Barks sebagai Éponine yang mencuri perhatian. Russel Crowe pun menampilkan sesuatu yang paling manusiawi diantara sekumpulan actor-opera-film di film ini, suaranya khas dan memunculkan paradoks dalam kegalauan sebagai Javert. 

Jean Valjean, dipenjara selama 19 tahun untuk pelanggaran yang sangat ringan, mencuri roti. Dia kemudian dibebaskan namun dengan kebebasan bersyarat, dia membenci kehidupannya sampai suatu ketika dia bertemu Uskup gereja dan mengubah hidupnya. Delapan tahun kemudian dia menjadi pria yang sukses namun ‘hilangnya’ dia dari pandangan hukum terus-menerus membayanginya terutama karena kehadiran Inspektur Javert. Ketika ia mengambil putri-anak terlantar dari Fantine yang tragis, ia menemukan alasan untuk menjaga kebebasannya.  

Kemampuan Tom Hooper dan semua penulis naskah-lirik nyanyian di film ini dibalut cukup ciamik dengan iringan musik dari Claude-Michel Schönberg. Baik pada awalnya tetapi berujung kemonotonan nada yang mudah ditebak. Ada beberapa nada dan nyanyian yang memiliki keidentikan serupa dengan lagu yang disajikan sebelumnya. Sebagai contoh lagu “I Dreamed A Dream” disajikan dalam banyak versi lirik yang berbeda, versi orisinil dan 2 versi lainnya. Kemonotonan nada ini masih didukung dengan ketidakhangatan sinematografi yang hampir 100% diambil di studio. Semua pemandangan dan set lokasi tampak palsu, tidak ada rasa hangatnya matahari dan sejuknya bintang-bintang. Visual dalam teknik pengambilan gambar pun dibuat seakan close-up ke wajah aktor untuk menunjukkan emosi yang mendalam, tetapi terkadang emosi yang indah akan terlihat dari visualisasi satu fisik yang utuh yang berinteraksi dengan lingkungannya. Ada beberapa kekurangan lain yang remeh yang memang bisa dikesampingkan tapi cukup mengganggu. Seperti halnya adegan pada keadaan genting, Top Hooper masih memaksa aktornya untuk bernyanyi ala opera dengan tone suara yang menggelegar. Alhasil, nyanyian tersebut menghilangkan esensi keadaan genting, yang harusnya menimbulkan rasa tegang bagi penonton. 


Ya kesimpulan dari film ini memang menyajikan upaya yang baru dan unik dengan apresiasi akting yang memukau di semua pemeran dan didukung oleh naskah-lirik nyanyian yang apik. Tetapi ada unsur keterpaksaan, dari perpaduan nada yang mudah ditebak disertai ketidakhangatan visual yang diperlihatkan. Seperti halnya keterpaksaan para budak di Perancis yang belum mengenal kebebasan hakiki, keterpaksaan Valjean dalam hidup penjara selama 19 tahun dan keterpaksaan Javert menjalani profesinya yang membuatnya tidak bahagia. Sebaiknya film yang penuh dengan pesan moral kebebasan hidup ini memiliki kebebasan nada dalam berkespresi dan bereksperimen yang mampu membuat penonton awam betah dan ikut bersenandung dan menyelami film opera-wannabe ini.  

Les Misérables (2012)
Directed by Tom Hooper
Written by William Nicholson based on a novel Les Misérables by Victor Hugo and a musical Broadway by Alain Boublil and Claude-Michel Schönberg.
Starring: Hugh Jackman, Russel Crowe, Eddie Redmayne, Anne Hathaway, Helena Bonham Carter, Sacha Baron Cohen, Samantha Barks and Amanda Seyfried
Rated: PG-13, for suggestive and sexual material, violence and thematic elements

My Rate Overall: 3/5



No comments:

Post a Comment